Aji Saka Asal Usul Aksara Jawa Dikisahkan pada zaman dahulu berdirilah sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang jahat bernama Prabu Dewata Cengkar. Sang raja memiliki kebiasaan yang membuat rakyat Medang Kamulan sangat
ketakutan. Yaitu menyantap manusia. Tidak ada yang berani menentang keinginannya. Suatu hari di tengah samudra, seorang pemuda sedang berlayar bersama kedua abdisetianya. Pemuda itu bernama Aji Saka, dan kedua abdinya bernama Dora dan Sembada.
Aji Saka berasal dari Bumi Majeti akan tetapi ada beberapa yang menyebutkan bahwa dia berasal Jambudwipa India. Mereka pun berlayar menuju ke sebuah pulau, bernama Jawadwipa yang terkenal kaya raya. Karena itu Aji Saka tertarik untuk menjejakan kaki di pulau tersebut. ” Pertanda apa ini !” Setibanya mereka di pulau Jawa, Aji Saka melanjutkan perjalanan dengan menembus hutan
belantara untuk mencari penduduk sekitar guna mendapatkan informasi di mana letak desa atau kerajaan terdekat karena tujuannya adalah menyebarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat. Oleh warga setempat mereka diarahkan untuk menuju ke sebuah kerajaan bernama bernama Medhang Kamulan. Berangkatlah mereka menuju kerajaan itu. Ketika sampai di pegunungan Kendheng mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak.
Aji Saka Asal Usul Aksara Jawa | Cerita Rakyat
Di tempat itu Aji Saka menitipkan keris pusakanya kepada Sembada. Sambil berpesan untuk selalu menjaganya dan jika nanti ada yang memintanya jangan pernah diserahkan kecuali Aji Saka sendiri yang datang untuk mengambilnya. Sembada pun dengan sigap menyanggupinya. Perjalanan menuju Medhang Kamulan dilanjutkan oleh Aji Saka bersama Dora. Sesampainya di negeri Medhang mereka tiba di sebuah desa dan bertemu dengan seorang janda tua bernama Nyai Sengkaren. Setelah memperkenalkan diri serta berbincang-bincang Nyai Sengkaren mengetahui tujuan Aji Saka.
Akhirnya mereka diajak pulang oleh Nyai Sengkaren. Karena selama ini Nyai hidup sebatang kara. Kini keduanya telah di anggap seperti anak sendiri. Sementara Aji Saka dan Dora merasa senang karena mendapat tempat tinggal di desa tersebut. Selama tinggal di desa itu mereka berdua rajin membantu pekerjaan rumah. Selain itu mereka juga sering bergaul dengan para penduduk desa. Keberadaaan keduanya juga disenangi oleh warga karena budi pekerti yang santun.
Suatu ketika saat berbincang dengan salah satu warga Aji Saka memuji keadaan negeri Medhang Kamulan, yang begitu subur dan makmur. Namun hal berbeda nampak dari raut wajah warga tersebut ketika menjawab perkataan Aji saka. “ Ya seperti inilah keadaanya tuan. Akan tetapi kami hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Bahkan sampai ada warga yang mengungsi dan meninggalkan desa karena raja yang kejam. Tempat ini……” “ Negeri ini diperintah oleh prabu Dewata
Cengkar nak! Seorang raja jahat yang memiliki kebiasaan aneh, tiap hari dia meminta kepada patihnya agar di bawakan manusia untuk disantap.” Aji Saka memahami ketakutan warga karena sewaktu-waktu prajurit kerajaan bisa datang dan membawa mereka kepada sang raja untuk dijadikan santapan. Hingga suatu hari terjadilah kepanikan. Banyak warga yang berbondong-bondong pergi meninggalkan desa karena tersiar kabar bahwa prajurit dari kerajaan akan datang untuk mencari orang yang bisa dijadikan santapan sang prabu.
Melihat hal itu Aji Saka berinisiatif mengajukan diri untuk menjadi santapan menggantikan warga desa. Tak perlu menunggu waktu lama patih bersama para prajuritnya telah tiba di desa itu. Mereka keheranan karena desa itu nampak begitu sepi. Tak ada seorangpun disana. Patih memerintahkan seluruh prajuritnya untuk mencari setiap sudut disemua tempat. Akan tetapi hasilnya nihil, mereka
tidak menemukan siapapun. Aji Saka berinisiatif mengajukan diri untuk menjadi santapan menggantikan warga desa. Semula Nyai Sengkaren melarang Aji Saka, Akan tetapi dia yakin bahwa sanggup menumpas angkara murka di tempat itu. “ Bawalah hamba saja patih, hamba kasihan melihat warga tak berdosa menjadi korban kemungkaran prabu Dewata Cengkar.
Hamba Aji Saka. Hamba siap dan rela untuk dijadikan santapan sang prabu.” Melihat ketulusan Aji Saka, sang patih sebenarnya tidak rela menjadikannya santapan bagi Prabu Dewata Cengkar. Akan tetapi karena Aji Saka memaksa akhirnya patih membawanya pergi menuju istana. Dikerajaan sang
prabu mulai gusar karena patih tidak kunjung datang. Dia berfikir apakah warga yang biasa dijadikan santapan telah habis. Dia pun bergumam jika nanti setidaknya ada satu manusia yang bisa disantap akan dituruti permintaanya.
Saat mereka tiba di istana. Prabu Dewata Cengkar senang karena patih telah tiba membawakan makanan. “ Siapa namamu anak muda ? Aku dengar dari patih engkau siap menjadi santapanku hari ini ? “ “ Maaf baginda prabu Dewata Cengkar yang agung. Saya Aji Saka. Sebelum hamba menjadi makanan baginda. Izinkan hamba meminta satu hal. “ ” Cepat katakan, apa keinginanmu ? Aku akan
mewujudkannya. Aku sudah sangat lapar sekali.” “ Hamba hanya ingin sebidang tanah seluas kain yang hamba bawa ini! ” ” Hanya itu yang kau inginkan ? Apa engkau serius ? Baiklah ambil saja jika kau mau! ” Aji Saka segera membuka kain yang dibawanya dan meminta Prabu Dewata Cengkar memegangi ujung kain. Sang prabu menurutinya dengan senang hati.
Namun ajaibnya saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, kain itu terus memanjang hingga melebihi kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Kain itu membentang dari istana, melewati perkampungan penduduk, hutan, gunung, bahkan sampai ke lembah ngarai. Sang prabu terus melangkah mundur mengulur kain Aji Saka. Semakin lama semakin jauh dan tiada habisnya
hingga sampai di tebing curam tepi laut selatan. Menyadari keanehan itu, Prabu Dewata Cengkar sangat marah. Dia baru mengetahui niat yang sebenarnya dari Aji Saka yaitu untuk mengakhiri kekuasaanya atas kerajaan Medhang Kamulan. Namun dengan kesaktian Aji Saka, Kain yang membentang itu tiba-tiba melilit tubuh Prabu Dewata Cengkar. Lilitan itu sangat kuat hingga tubuh sang prabu yang besar bagaikan raksasa tidak mampu bergerak sedikit pun.
Kemudian kain itu disentakan oleh Aji Saka. Seketika tubuh Prabu Dewata Cengkar terlempar ke dalam Laut Selatan yang berombak besar. Dengan sekejap tubuh raksasa itu hilang ditelan ombak yang ganas. Atas keberhasilan Aji Saka menyingkirkan Prabu Dewata Cengkar, rakyat Medhang Kamulan bersorak-sorai. Mereka bahagia karena terbebas dari raja yang suka menyantap manusia.
Akan tetapi tanpa sepengetahuan Aji Saka, Prabu Dewata Cengkar ternyata masih bertahan di dalam lautan. Dengan ilmunya dia berubah menjadi buaya putih dan menghilang entah kemana. Aji Saka kini dinobatkan sebagai raja di Medang Kamulan. Dia menjadi raja yang baik hati dan bijaksana.
Medang Kamulan pun mengalami masa kejayaannya pada saat pemerintahannya. Suatu ketika Prabu Aji Saka teringat akan keris pusaka yang dia titipkan kepada Sembada. “ Dora ! tolong kau ambilkan keris yang ku titipkan pada Sembada di pegunungan Kendheng tempat kita beristirahat dahulu.” ” Baik Prabu Aji Saka . Hamba laksanakan “ Dora akhirnya pergi untuk menemui Sembada. Setibanya
di Gunung Kendheng, Dora menyampaikan pesan Aji Saka untuk mengambil keris pusaka. “ Sembada, aku diutus paduka untuk mengambil keris. Dimanakah keris itu berada ? “ ” Ada, akan tetapi maaf ! Aku tidak bisa menyerahkan kepadamu atau orang lain kecuali Prabu Aji Saka sendiri yang datang untuk mengambilnya. ” “ Jadi kau tidak mempercayaiku ? Aku benar-benar sudah
diberikan perintah oleh sang Prabu !” “ Kali ini tidak ! aku tetap memegang teguh amanat paduka walau bagaimanapun keadaanya. “ “ Sepertinya kau memang harus dipaksa Sembada ! Aku akan merebutnya karena perintah Prabu Aji Saka adalah membawa pulang keris pusaka itu. “ Sementara itu di istana Medang Kamulan, Ada sesuatu yang mengganjal dalam benak sang prabu.
Entah apa itu. Dan tidak seperti biasanya Dora pergi begitu lama. Akhirnya prabu Aji Saka memutuskan pergi menyusul kedua abdinya di pegunungan Kendheng. Selama perjalanan, dia merasakan ada hal buruk yang sedang terjadi. Sesampainya di tempat tujuan, Aji Saka terkejut melihat Dora dan Sembada tergeletak ditanah tak bernyawa. Terlihat bekas pertarungan yang sangat dahsyat terjadi di tempat itu.
Rupanya mereka bertarung hingga tewas demi memegang amanat yang mereka emban. “ Maafkan aku, Sungguh kalian berdua adalah orang-orang yang sangat setia kepadaku.” Untuk mengabadikan kesetiaan keduanya. Prabu Aji Saka menuliskan sesuatu disebuah batu yang bertuliskan Ha Na Ca Ra
Ka “ Ada dua utusan setia.” Da Ta Sa Wa La “ Saling berselisih pendapat dan saling bertarung.” Pa Dha Jaya Nya “ Sama-sama kuat dan Tangguh.” Ma Ga Ba Tha Nga “ Akhirnya tewas bersama.” Tulisan Aji Saka pada batu tersebut menjadi asal usul huruf jawa atau dikenal sebagai Aksara Jawa.
Disclamer:
Penulis adalah seorang pemerhati pendidikan anak-anak di indoneisa. Semua tulisan dan isi dalam website bloggerbanyumas.com ini adalah dirangkum, diambil, di copy dari berbagai sumber di dunia internet. Tulisan dan konten yang terdapat dalam website ini BUKAN hak cipta dari penulis bloggerbanyumas.com. Jika ada tulisan atau isi konten yang tidak sesuai dan melanggar hak cipta, silahkan hubungi penulis agar segera dihapus. Terima Kasih. jangan lupa share ke yang lain yah semoga bisa menghibur dan menambah wawasan.