Asal Usul Ikan Duyung | Cerita Rakyat Sulawesi Tengah
Asal Usul Ikan Duyung Dahulu kala ada sebuah pulau di daerah Sulawesi tengah, yang memiliki pesisir pantai nan indah. Di sekitar pantai itu. Hiduplah satu keluarga nelayan. Sang ayah mencari ikan dilaut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga kecil itu. “Hei anak- anak. Lihatlah ! Hari ini ayah mendapat tangkapan lumayan banyak !.” “ Wahhh iya. Ayah memang paling hebat di kampung ini !” Kau ini bisa saja memuji ayah.” “ Lihatlah kak,
ikan itu lebih besar dari yang kemarin. “ “ Panen kita hari ini juga melimpah, sepertinya kita hari ini akan makan enak !” “ Hari ini masak ikan bakar yang enak ya bu !” Keluarga kecil itu hidup dengan bahagia dan suka cita. Makan malam di hari itu begitu istimewa dengan menu ikan bakar tangkapan sang ayah. dan ubi rebus yang dipanen sang
ibu dari perkebunan kecil mereka. Satu keluarga itu makan dengan lahap. “ Nyam nyam enak..” “ Oh iya bu, hasil kebun kita sudah mulai menipis, jadi nanti malam aku akan pergi melaut. Sisakan ikan untuk ku makan besok ya !”
“ Baiklah yah, akan ku sisakan dua ekor untukmu. “ “ Ayah, Semoga besok dapatkan yang lebih banyak yah. “ “ iya anakku, semoga ya !.” Saat malam hari, waktunya bagi sang ayah untuk segera berangkat ke laut. Diapun berpamitan kepada istrinya. “ Ayah berangkat ya bu ! Jaga anak-anak dirumah. “ “ Iya, Hati-hati yah“ Dengan menggunakan perahu kecil, sang ayah mengarungi lautan untuk mencari ikan. Malampun telah berganti pagi.
Asal Usul Ikan Duyung | Cerita Rakyat Sulawesi Tengah
Matahari perlahan menampakan dirinya. Hingga siang menjelang sang ayah belum juga pulang. “ Ibu aku lapar. Aku aku ingin makan ikan yang semalam bu ? ” “ Nak kamu kan baru saja makan, lagi pula ayah juga sudah berpesan. Menyisakan ikan itu untuknya !” ” Tapi aku sangat lapar bu ? Ayolah bu, aku akan memakannya sedikit ” Nanti ku sisakan untuk ayah, bu !” Sang ibu tak tega melihat anak bungsunya yang kelaparan itu, Akhirnya dia memberikan
ikan tersebut. Tak lupa berpesan kepada sang anak untuk menyisakan ikan agar dimakan sang ayah ketika pulang dari melaut. Si bungsu memakan ikan tersebut dengan lahap.
Dia memakan satu ekor ikan, kini tertinggal satu ekor. Akan tetapi si bungsu masih saja merasakan lapar, perutnya seolah semakin lapar ketika melihat sisa ikan itu. Karena tak kuasa menahan, dimakanlah sisa ikan itu. Tanpa pikir panjang dia melahap habis semuanya. Dia berpikir bahwa saat ini ayahnya sedang melaut, nanti pulang pasti mendapatakan ikan yang banyak. Kini dua ikan bakar telah habis, hanya menyisakan duri. Semuanya habis disantap
oleh si Bungsu. Sang ibu tercengang melihat ikan untuk sang ayah telah habis tak bersisa. “ Ya ampun ! Kenapa kamu memakan semua ikan itu nak?” “ Maafkan aku bu, aku tak bisa berhenti makan tadi.” “ Aduh kamu ini nak, bagaimana nanti kalo ayahmu tau dan marah ?” “ Perutku tadi lapar sekali bu, aku tak bisa menahannya bu !”
“ Ya sudah nak. Ibu akan memasak makanan lain untuk ayahmu. Nanti ketika ayah pulang, ibu saja yang menjelaskan.” Sang ibu tak begitu tega melihat wajah anak bungsunya berubah menjadi sedih. Matahari pun makin naik, akhirnya sang ayah pulang ke rumah. Sang ibu menyambut kepulangan suaminya tersebut, dia begitu khawatir
tak seperti biasanya sang ayah pulang telat. “ Hari ini laut tidak bersahabat, arusnya kencang dan ombaknya begitu tinggi, sampai aku terjebak di lautan, “ Benarkah yah. Syukurlah ayah baik-baik saja.” “ iya bu, ayah tak bisa pulang lebih cepat. Maafkan aku ya bu, hari ini ayah tak mendapatkan ikan satu ekorpun. “
“ Tidak apa-apa yah, yang penting ayah pulang dengan selamat.” “ Oh ya bu. Ngomong-ngomong ayah lapar sekali, melawan ombak tinggi membutuhkan banyak tenaga. Ayah mau makan ikan semalam bu. ” ” Maaf ya yah, itu tadi Si Bungsu kelaparan, jadi semua ikan sudah dimakan olehnya. Akan kumasakan sayur lain untukmu yah ! ” “ Apa masa
tidak tersisa satupun untukku. Bukankah aku sudah berpesan kepadamu sebelumnya ?” “ Maafkan ibu yah, aku tak begitu tega melihat anak kita kelaparan. Aku juga tak bisa memegang janjiku.” ” Ibu ini bagaimana sih, selalu memanjakan si bungsu. Karena itulah si bungsu menjadi anak manja.” “ Maafkan aku ayah!”
” Sudahlah aku tak berselera untuk makan lagi. Aku mau tidur saja. “ Sang ayah yang dipenuhi amarah mencari anak-anaknya. “ Kalian ini ya. etiap hari hanya bermain, makan, bermain, makan. Bisa-bisanya kalian menghabiskan sisa makanan untuk ayah. “ “Maafkan adik yah” “Maafkan aku yah !” “Kalian tidak tau betapa beratnya mencari ikan dilaut. Ayah berjuang mati-matian untuk mencari ikan malah kalian habiskan makanan ayah.
” “Diam kalian.. Diam… Huh” Dua hari kemudian, ayah masih saja marah. Dia tak mau sama sekali tak mau bicara pada siapapun. Bahkan sang ayah sudah tidak mau lagi pergi kelaut untuk mencari ikan. Sang ibu yang berusaha mengajaknya bicara pun sama sekali tidak dihiraukan. Anak-anak juga terus berusaha meminta maaf kepada sang ayah, namun tidak dianggap sama sekali. “ Yah maaf ayah ” ” Maafkan kami ! Yah tolong maafkan kami !” ” Maaf yah
” “ Yah maaf ayah ” ” Maafkan kami ! Yah tolong maafkan kami yah !” Di malam berikutnya, sang ibu memutuskan untuk pergi mencari ikan diam-diam. Dia merasa tak enak kepada suaminya yang terus saja marah. Dia sebenarnya merasa kasihan kepada anak-anak, sungguh berat meninggalkan kedua putranya yang masih kecil. Dengan tekat yang kuat, sang ibu mengarungi laut dengan perahu kecil yang biasa digunakan sang suami untuk mencari ikan. Pagi harinya kakak beradik tersebut sudah tak menemukan ibunya dimanapun. ” Ibu… Ibu dimana ?”
Asal Usul Ikan Duyung | Cerita Rakyat Sulawesi Tengah
” Ibu dimana ?” ” Bu…. Ibu….!” ” Ibu… Ibu dimana ?” “Kamu dimana ? Bu… Ibu…..” Keduanya mencari disetiap sudut rumah, akan tetapi tak menemukannya. ” Ibu… Ibu dimana ?” “Ibu… Bu…!” ” Ibu….?? Ibu dimana ?” ” Ibu… Ibu dimana ?” ” Bu…? Ibu… Ibu dimana ?” “Kamu dimana ? Bu… Ibu…..” ” Ibu…..” ” Ibu dimana ?” Akhirnya kakak beradik itu memutuskan untuk mencarinya di sekitar pantai. Keduanya berteriak memanggil-manggil ibunya. ” Ibu ? Bu… Ibu…?” Cukup Lama mereka mencari sang ibu namun sama sekali tidak menemukan keberadaan ibunya. “
Ibu…?” ” Ibu dimana…?” “Hei anak-anak.. kemarilah !” ” Itu kan ibu.. Kak.. Kakak, itu ibu kak !” ” Ibu disini nak. Iya ibu disini, kemarilah kalian berdua !” ” Ayo kita kesana !” ” Itu ibu.. Adik tunggu aku !” Anak-anak itu senang bisa menemukan ibunya yang sudah seharian menghilang. “ Maafkan ibu ya nak ! Ibu tadi meninggalkan kalian untuk
mencari ikan, supaya ayah tidak marah-marah lagi. Ini ibu bawa sedikit ikan, berikan kepada ayahmu, nanti dia akan membuatkan makanan untuk kalian ! ” “ Banyak sekali ikannya, ibu hebat ! Ayah pasti bahagia. Ayo kita pulang sama-sama ibu.”
” Ibu tidak bisa pulang sekarang nak, kalian pulanglah dulu tanpa ibu. ” ” Ibu mau kemana ? “ Ibu akan mencari ikan lebih banyak lagi nak !” “ Ini sudah cukup ibu, ayo pulang sama-sama ! ” “Tidak nak, maafkan ibu. bawalah pulang ikan itu, makanlah bersama ayah kalian. “ “ Baik bu. Hati-hati ya bu. Kami tunggu ibu dirumah. ” ” Hati-hati ! ” “ Iya anak-anakku ! ” Akhirnya keduanya pulang dengan membawa ikan hasil tangkapan ibunya. “ Semoga ayah tak
marah lagi ya dik, Ayah pasti senang kita bawa ikan banyak. “ “ Iya kak !” Sesampainya di rumah, sang ayah sudah menunggu kedatangan mereka berdua. “ Ayah ayah, ternyata ibu pergi melaut. ibu membawa banyak ikan untuk kita semua, tolong maafkan ibu ya !“ “iya yah, maafkan ibu” ” Tidak, aku tak akan memaafkan ibumu. Enak saja, baru juga dapat ikan sedikit. Sudah cepat kalian segera masak ikan itu, aku sudah sangat lapar !” “ Tapi yah ? ” “ Tapi… Tapi…Cepat pergi sana ! Apa yang kau tunggu ? Cepat….”
Kakak Beradik itu kemudian memasak ikan pemberian sang ibu. Karena telah terbiasa membantu ibunya memasak mereka bisa melakukannya dengan baik. Ayah memakan ikan bakar masakan anaknya dengan lahap. Berbeda dengan Si sulung dan si bungsu, mereka makan dengan membisu menahan sedih teringat sang ibu. “ Ayah, tolong maafkan ibu ibu sudah mencari ikan untuk kita sebagai permintaan maaf !” Sang ayah sama sekali tidak menghiraukan apa yang dikatakan anaknya. Dengan cepat dia memakan ikan-ikan bakar yang begitu nikmat. Usai
makan, kakak beradik itu terus mencari sang ayah agar memaafkan ibunya. “ Yah aku mohon.. Maafkan ibu… maafkanlah ibu yah.. Tolong jangan marah lagi. Maafkan ibu yah… Kami mohon yah..” Dimanapun ayahnya berada, mereka mengikuti terus memohon. “ Yah aku mohon.. Maafkan ibu… Tolong jangan marah lagi. Maafkan ibu yah… Kami mohon yah..” ” Tolong jangan marah lagi. ” Anak-anak itu berpikir dengan mendesak ayahnya, pasti lama kelamaan akan luluh hati keras sang ayah. Namun sebaliknya, mendengar anaknya selalu menyinggung sang ibu, kemarahan ayah pun meluap. “Yah…
Maaf yah !”” “Maaf yah..! ” ” Sudah ku bilang, aku tak akan memaafkan ibu kalian, Walau pun dengan memberi ikan segudang, aku tak akan memaafkannya, Biar dia tau seberapa berat menghadapi besarnya ombak lautan. Aku tak peduli mau sampai kapan dia dilaut. Biar saja ibumu mencari ikan hingga menjadi ikan !” Tak lama kemudian cuaca berubah menjadi gelap gulita. Awan Hitam berkumpul, suara guntur menggelegar, angin bertiup begitu kencang,
kilatan petir menyambar di segala penjuru, bersama dengan hujan turun yang begitu lebat. Si sulung dan Si bungsu ketakutan melihat cuaca di luar, mereka mengkhawatirkan sang ibu yang sedang berada di laut. Sementara itu di tengah lautan lepas, Sang Ibu begitu ketakutan. Perahu ibu terombang ambing tersapu ombak. Ketika gelombang besar datang, perahunya pun terbalik dan hancur. Sang ibu tercebur ke laut. Sekuat tenaga dia berenang agar tidak tenggelam. “ Ya tuhan tolong berikan keselamatan kepadaku ! “ Sang ibu terus menerus berdoa agar selamat dan
bisa betemu dengan kedua buah hati kesayangannya. Badai pun bertambah besar, sang ibu tergulung ombak dan tenggelam. Dia pasrah jika dirinya tak selamat. Pada saat itulah terjadi sebuah keajaiban, perlahan kakinya berubah menjadi ekor ikan. Tak hanya kakinya saja, kini sang ibu bisa berenang dan bernafas dengan bebas di dalam lautan. Ketika badai mereda, kedua kakak beradik segera berlari ke pantai untuk mencari sang ibu. Mereka memanggil manggil sang ibu. ” Ibu dimana…?” ” Ibu ?” ” Ibu….! Ibu dimana…?” “
Ibu ?” Tiba-tiba sang ibu muncul dari balik batu, dan memanggil keduanya. “Ibu disini nak ?” “ Syukurlah ibu selamat, badai semalam sangat dahsyat ! Ayo pulang bersama kami bu, tak enak jika di rumah tak ada ibu. “ “ Maafkan ibu anak-anaku, kali ini ibu benar-benar tak bisa pulang bersama kalian. Berjanjilah kepada ibu, bahwa kalian akan saling menjaga. “ ” Apa maksudnya bu ?” Sang ibu pun memperlihatkan kakinya yang telah berubah
menjadi ekor ikan. Betapa kagetnya mereka berdua melihat ibunya telah berubah menjadi setengah ikan. “ Badai semalam, telah merubah ibu menjadi seperti ini. Namun ibu bersyukur jika tak berubah, ibu tak akan selamat nak. Tapi sebagai gantinya ibu tak bisa tinggal lagi bersama kalian. Maafkan ibu ya nak ? “ “Ibu,,,Ibu,,,Ibu” ” Kami tidak mau berpisah dengan ibu… Pulanglah bu !”
” Mendekatlah nak, ibu ingin memeluk kalian untuk yang terakhir kalinya. ” Sang ayah yang melihat dari kejauhan, merasa bersalah dan menyesal. “ Jika saja aku tak mengucapkan sumpah itu. Tentu semua ini tak akan terjadi. Dan jika seandainya aku tak terus menerus marah tentu istriku tak akan pergi ke laut. Aku sangat menyesal !” Sang ibu
pun berpamitan dengan mereka, tangis haru keduanya mengantarkan sang ibu. “Ibu…Ibu.. Kami sayang ibu !” “Selamat tinggal anakku, jangan bersedih, karena perlu kalian tahu, walaupun ibu hanya memeluk kalian sebentar, tapi hati ibu memeluk kalian selamanya.” Sejak itu kisah ikan duyung terus menerus diceritakan.