News  

Cintaku Datang Terlambat Bab 2

bloggerbanyumas

CINTAKU DATANG TERLAMBAT

Astaga, Aina. Kenapa kamu menyusahkanku lagi? Harusnya kamu masih di rumah. Ini malah pergi seenak sendiri. Aku ingin kita pisah, tapi bukan berarti kamu pergi dari rumah tanpa bilang mau tinggal di mana. Heran aku, sama cewek yang kalau marah langsung main pergi saja. Apa dia tidak mikir bakal ada banyak orang yang susah karena dia menghilang.
Sepanjang perjalanan, aku menggerutu tak tentu arah. Sambil menoleh kanan kiri, barangkali Aina ada di dekat sini. Tak lama, dering ponsel di dalam saku jas membuatku menghentikan mobil di pinggir jalan.
“Hallo?”

Cintaku Datang Terlambat Bab 2
Cintaku Datang Terlambat Bab 2

Penulis : Goresan Pena93
“Bos, kami tau di mana posisi istri Anda sekarang.”
“Di mana?”

Cintaku Datang Terlambat Bab 2

Setelah orang suruhanku itu mengatakan di mana posisi Aina sekarang, aku pun bergegas memutar kemudi lagi, memutar arah ke tempat yang kudengar tadi. Jangan sampai Aina kabur lagi. Benar-benar menyusahkan saja.
15 menit berlalu, aku kembali mendapatkan panggilan dari nomor baru. Langsung saja aku mengangkatnya. “Hallo?”
“Mas, aku tunggu kamu sekarang di Kafe Angel.”

“Mia ….” Mataku mendelik karena hafal dengan suaranya.
“Iya, Mas. Ini nomor baru aku. Aku juga ada hadiah buat kamu.”
“Tapi, Mia … aku sedang ada urusan. Nanti kalau sudah selesai, aku akan menghampirimu.”
“Tapi aku sudah menunggu di tempat jadian kita, Mas. Masa kamu tega, membiarkan aku di sini sendirian?”
Aku menghela napas berat. Selama ini, apa pun yang dia inginkan selalu kukabulkan. Termasuk mengakhiri hubungan dengan Aina. Aku tidak ingin dia kecewa. Apalagi dia juga sudah banyak berkorban untukku.
Aku pun memutuskan untuk menghampiri Mia, ketimbang memutar kemudi untuk mencari Aina. Urusan Aina, bisa nanti saja. Yang penting Mia adalah tujuanku.

Baca juga  Benarkah Diberi Warna Merah Karena Tumpahan Darah Utsman bin Affan ??

Jika papa atau Om Hamdan marah nanti, aku bilang saja apa adanya. Bahwa Aina tiba-tiba pergi dari rumah. Padahal aku tidak memintanya. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya sampai juga di kafe, tempat Mia menunggu. Aku pun bergegas masuk ke dalam.
“Hai,” ucapku pada gadis cantik yang tengah duduk di kursi pojok ruangan klasik ini.
“Hai, Mas.” Pipi kanan kiriku menjadi tempat berlabuhkan bibir Mia yang merona itu. Dia selalu tampil cantik, modis dan berkelas. Dress hitam elegan menjadi pilihannya siang ini, rambutnya yang bergelombang, diwarnai sedikit pirang gelap. Aku suka sekali. Dia memang seleraku.

“Maaf ya, jadi nunggu lama. Aku banyak urusan tadi di kantor,” terangku siang itu. Lalu duduk di sebelahnya.
“Enggak apa-apa, Mas. Aku bisa memahami kesibukanmu. Oh ya, aku bawa hadiah buat kamu.” Mia menyodorkan jam tangan mewah dengan merk ternama dari kota romantis sana.
Aku pun tersenyum bahagia mendapatkan benda itu. “Makasih banyak, ya. Kamu memang selalu baik, selera kamu juga sangat tinggi. Aku datang malah enggak bawa apa-apa.”
“Enggak apa-apa, Mas. Yang penting kamu selalu mencintaiku.” Mia memeluk lenganku. Aroma parfumnya membuat dada ini berdesir kuat.

Mia tersenyum manis

Beberapa saat kami menikmati makan siang dan mengobrol panjang lebar di sana. Membicarakan masa depan juga. Dan aku, juga sudah memberitahunya bahwa aku sudah bicara dengan Aina kalau hubunganku dengannya akan segera berakhir. Mia terlihat begitu bahagia. Dia juga semakin mengeratkan pelukan.
“Mas, kita jalan-jalan, yuk! Aku ingin ke taman, dekat toko kue itu. Di sana udaranya sejuk. Tempat pertama kita bertemu.” Mia tersenyum manis.

“Oke. Apa pun yang kamu mau. Aku akan berikan,” jawabku.
Tempat yang Mia inginkan tak jauh dari kafe tadi. Kami berjalan hanya sekitar 200 meter, dan mobilku masih berada di parkiran kafe. Sambil bernostalgia, kami melangkah ke sebuah taman, dengan pemandangan bunga-bunga di sana. Saat sudah sampai, suasana masih sama seperti satu tahun lalu. Bangku hijau, dan juga pohon itu. Menjadi saksi, awal pertemuanku dengan Mia.

Baca juga  Cerbung Guru Killer Itu Kekasihku Part 11

Aku menggandeng tangan Mia. Namun, setelah sampai langkah tinggal satu meteran dengan bangku, mataku melotot melihat siapa yang berada di depan toko kue di ujung sana. Seorang karyawati, mengenakan seragam merah jambu.
Tidak. Mataku tidak mungkin salah. Mustahil aku salah. Dia Aina. Ya, Aina ada di sana. Akan tetapi, senggolan lengan Mia membuatku kembali menatapnya.
“Mas!”

“Eh, iya.”
“Kamu ngeliatin apa?” tanya Mia saat aku menoleh ke seberang jalan, karena tak kunjung jalan.
“Em, enggak apa-apa. Kita duduk aja!”
Aku mengulas senyuman saat Mia mulai curiga. Kami pun kembali berjalan menuju bangku di depan kami. Setelah duduk, kami berdua menikmati semilir angin siang itu. Pohon rindang ini menjadi saksi cinta kami bersemi.
“Kamu ingat kan, Mas. Pohon ini ….” Mia menatap ke atas. Pada dedaunan yang melambai-lambai karena tiupan angin.

“Aku sangat ingat, Mia. Mungkin ukirannya juga sudah hilang,” ungkapku.
Mia berdiri, melepaskan tangannya dari lenganku. Dia berjalan, memutari batang pohon itu. Aku tersenyum menatapnya. “Mia, cari apa?”
“Cari tulisan i love you kita.” Dia tertawa.
Saat aku membiarkannya sejenak, entah mengapa tatapan mataku mengarah lagi pada toko kue di jejeran ruko ujung sana. Mataku semakin melebar tatkala Aina membawa sesuatu. Dia berjalan mendekati sebuah mobil sambil mengulurkan plastik besar kepada penghuni mobil.
“Mia,” panggilku.

“Iya, Mas?”
“Kamu tunggu di sini dulu, ya! Aku mau belikan sesuatu.”
“Oke.”
Aku pun bergegas berdiri lalu berjalan dengan cepat ke arah Aina yang masih di sana. Saat dia hendak masuk ke dalam toko tadi, aku langsung mencekal tangannya. “Aina!”
Dia tampak kaget sekali. Matanya melebar, bibirnya terbuka, dia menarik tangannya dariku. “Mas ….”
“Kenapa kamu ada di sini? Siapa yang suruh kamu pergi dari rumah tadi?” Aku menatapnya dengan sorot tajam.
“Maaf, Mas. Aku hanya tidak mau merepotkan Mas lagi. Mas ingin kita pisah, bukan? Aku akan datang di persidangan nanti. Tidak perlu khawatir.”

Baca juga  2045 RAKYAT INDONESIA AKAN DITEKAN SEPERTI HIDUP DI TIONGKOK

Aku kaget mendengarnya. Sebegitu mudah dia bicara. Apa dia tidak memiliki perasaan apa pun padaku? Terlepas setelah satu malam itu?
“Pulang! Om Hamdan mencarimu.” Aku masih melototinya.
“Om Hamdan?”
“Iya. Dia sekarang ada di Jakarta. Jangan menyusahkan aku lagi, Aina! Pulang sekarang!”
“Tapi, Mas … aku baru saja kerja di sini.”

“Kamu itu masih jadi istri dari seorang anak pemilik perusahaan, ngapain kerja beginian?”
“Aku hanya ingin menyambung hidup sebelum kita resmi berpisah. Mas sendiri yang bilang, ingin kita berpisah.”
Aku terdiam sesaat. Kenapa begitu sakit rasanya saat mendengar dia bicara seperti itu?
“Mas,” teriak Mia yang tiba-tiba mendekat.

Aku kaget saat Mia melihatku masih memegang tangan Aina. Dan dia, tampak bingung melihat keadaan di mana aku sedang bicara dengan Aina. “Mas, dia siapa?”
“Dia … dia hanya ….” Mendadak aku bingung. Lidahku kelu dan tak bisa langsung menjawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *